Seorang ulama perempuan Rabi'ah al-Adawiyyah namanya harum dimata banyak orang, kealimannya kerendahan hatinya dan hidup zuhudnya seolah memunculkan magnit yang menarik banyak kalangan untuk mengaguminya sebagai perempuan sufi yang tidak biasa.
Tidak hanya masyarakayt awam yang mengaguminya akan tetapi kekaguman tersebut juga dimiliki para ulama besar di jamannya, tak heran ketika ulama perempuan ini berstatus janda lantaran sang suami wafat.
Banyak ulama yang ingin melamar nya untuk menjadi pendamping hidup, dalam kitab Durratun Nashihin diungkapkan para ulama ternama yang terpikat hatinya itu antara lain adalah, Hasan al Basrhi, Malik bin Dinar, dan Tsabit al Banani.
Baca Juga: Kisah Sebuah Nama Yang Agung MUHAMMAD
Ketika para ulama itu suatu ketika datang ke kediaman Rabi'ah al-Adawiyyah dan mengutarakan maksud tulus mereka untuk meminang, dari balik hijab Rabi'ah al-Adawiyyah kepada mereka.
"Baiklah, tapi aku ingin tahu siapa di antara kalian yang paling alim, maka aku akan bersedia menjadi istrinya.' dialah Hasan al Bashri, sahud Malik bin Dinar dan Tsabit al Banani, suasana persaingan merebut hati Rabi'ah ternyata tidak menghalangi mereka untuk tetap Tawadhu satu sama lain.
Baca Juga: Keraguan Bangsa Yahudi Saat Ingin Menangkap Nabi Allah Isa
Rabi'ah pun mulai mengajukan persyaratan kepada Hasan al Bashri "Jika tuan mampu menjawab empat masalah yang aku ajukan maka aku bersedia menjadi istri tuan." Silahkan wahai Rabi'ah semoga Allah memberi taufiq kepada aku dalam menjawab pertanyaan-pertanyaan itu.
"Menurut tuan, kalau aku meninggal dunia apakah kematianku dengan membawa ketetapan iman atau tidak"? "Maaf hal ini termasuk hal yang ghaib dan tiada yang tahu pasti kecuali Allah." (jawab Hasan al Bashri).
Rabi'ah melanjutkan "Ketika aku bersemayam dalam kubur, lalu Malaikat Munkar dan Nakir bertanya menurut tuan, mampukah aku menjawabnya? "Maaf itu juga termasuk masalah ghaib yang tahu hanyalah Allah.
"Menurut tuan, ketika manusia dihimpun di hari kiamat kelak aku termasuk orang yang menerima kitab amal dengan tangan kanan ataukah kiri?" Hasann al Bashri masih mengutarakan jawaban yang sama ia tidak dapat menjawab masalah yang dia nilai ghaib itu.
"Menurut tuan, ketika manusia dipanggil aku termasuk golongan orang yang masuk surga atau neraka?' lagi-lagi Hasan al Bashri meminta maaf dan mengembalikan kepastian atas jawaban tersebut kepada Allah.
Ia tahu Rabi'ah adalah tokoh dengan ketaatan dan prestasi rohani yang luar biasa tapi untuk nasib kehidupannya kelak Hasan al Bashri tidak mau memberi penilaian, Hasan menghindar dari apa yang menjadi Hak prerogatif Allah.
Rabi'ah melanjutkan bagi orang yang sedang kalut memikirkan empat masalah ini, mana ada kesempatan untuk berumah tangga? akhirnya para ulama itupun meneteskan air mata dan keluar dari rumah Rabi'ah al Adawiyah dengan penuh penyesalan.
Tidak hanya masyarakayt awam yang mengaguminya akan tetapi kekaguman tersebut juga dimiliki para ulama besar di jamannya, tak heran ketika ulama perempuan ini berstatus janda lantaran sang suami wafat.
Banyak ulama yang ingin melamar nya untuk menjadi pendamping hidup, dalam kitab Durratun Nashihin diungkapkan para ulama ternama yang terpikat hatinya itu antara lain adalah, Hasan al Basrhi, Malik bin Dinar, dan Tsabit al Banani.
Baca Juga: Kisah Sebuah Nama Yang Agung MUHAMMAD
Ketika para ulama itu suatu ketika datang ke kediaman Rabi'ah al-Adawiyyah dan mengutarakan maksud tulus mereka untuk meminang, dari balik hijab Rabi'ah al-Adawiyyah kepada mereka.
"Baiklah, tapi aku ingin tahu siapa di antara kalian yang paling alim, maka aku akan bersedia menjadi istrinya.' dialah Hasan al Bashri, sahud Malik bin Dinar dan Tsabit al Banani, suasana persaingan merebut hati Rabi'ah ternyata tidak menghalangi mereka untuk tetap Tawadhu satu sama lain.
Baca Juga: Keraguan Bangsa Yahudi Saat Ingin Menangkap Nabi Allah Isa
Rabi'ah pun mulai mengajukan persyaratan kepada Hasan al Bashri "Jika tuan mampu menjawab empat masalah yang aku ajukan maka aku bersedia menjadi istri tuan." Silahkan wahai Rabi'ah semoga Allah memberi taufiq kepada aku dalam menjawab pertanyaan-pertanyaan itu.
"Menurut tuan, kalau aku meninggal dunia apakah kematianku dengan membawa ketetapan iman atau tidak"? "Maaf hal ini termasuk hal yang ghaib dan tiada yang tahu pasti kecuali Allah." (jawab Hasan al Bashri).
Rabi'ah melanjutkan "Ketika aku bersemayam dalam kubur, lalu Malaikat Munkar dan Nakir bertanya menurut tuan, mampukah aku menjawabnya? "Maaf itu juga termasuk masalah ghaib yang tahu hanyalah Allah.
"Menurut tuan, ketika manusia dihimpun di hari kiamat kelak aku termasuk orang yang menerima kitab amal dengan tangan kanan ataukah kiri?" Hasann al Bashri masih mengutarakan jawaban yang sama ia tidak dapat menjawab masalah yang dia nilai ghaib itu.
"Menurut tuan, ketika manusia dipanggil aku termasuk golongan orang yang masuk surga atau neraka?' lagi-lagi Hasan al Bashri meminta maaf dan mengembalikan kepastian atas jawaban tersebut kepada Allah.
Ia tahu Rabi'ah adalah tokoh dengan ketaatan dan prestasi rohani yang luar biasa tapi untuk nasib kehidupannya kelak Hasan al Bashri tidak mau memberi penilaian, Hasan menghindar dari apa yang menjadi Hak prerogatif Allah.
Rabi'ah melanjutkan bagi orang yang sedang kalut memikirkan empat masalah ini, mana ada kesempatan untuk berumah tangga? akhirnya para ulama itupun meneteskan air mata dan keluar dari rumah Rabi'ah al Adawiyah dengan penuh penyesalan.
Rabi'ah al-Adawiyyah - Ketika Ulama Besar Tidak Mampu Menjawab Empat Pertanyaannya
4/
5
Oleh
femoss